Sabtu, 08 November 2014

Pemerintah tak khawatir kehilangan dana FS JSS

Pemerintah tak khawatir kehilangan dana FS JSS




Pemerintah tak khawatir kehilangan dana FS JSS
jembatan selat sunda.
 Pemerintah tidak menyesal jika harus kehilangan sejumlah uang feasibility studies (FS) proyek Jembatan Selat Sunda (JSS). Pasalnya, pemerintah saat ini memutuskan untuk menunda pembangunan proyek tersebut.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, mengatakan pemerintah tidak mengalami kerugian dengan mengeluarkan dana FS megaproyek tersebut. Sebab, sebagai gantinya, pemerintah mendapatkan informasi mengenai kondisi di sekitar selat sunda.

"Itu tidak mubazir karena kita dapat informasi seperti kondisi kegempaan di selat sunda kayak apa. Itu ilmu semua," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, kemarin.

Dia menegaskan informasi kajian FS ini bisa kembali dipergunakan saat momen pembangunan jembatan ini sudah tepat. Saat ini, menurutnya, kehadiran JSS tidak tepat karena akan memperlebar ketimpangan ekonomi wilayah Timur dan Barat.

"Lagi pula itu ditunda bukan dibatalkan," tuturnya.

Sebelumnya, PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) selaku pemrakarsa pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) menyatakan akan mematuhi apapun yang diputuskan pemerintah tentang kelanjutan proyek infrastruktur raksasa ini.

Menurut Direktur Utama PT GBLS Agung Prabowo, pihaknya konsisten dengan surat disampaikan kepada pemerintah tanggal 24 Juli 2012. "Intinya kami tunduk dan loyal pada apapun putusan yang legal dan sah dari pemerintah, termasuk pemerintah sekarang," tegasnya kepada pimpinan media di Jakarta, Selasa (4/11) malam.

"Proyek ini belum jalan. Sebagai pemrakarsa, tugas kami melakukan studi kelayakan, baik dari sisi teknis pembangunan jembatan, maupun dampak sosial ekonominya. Studi awal sudah kita lakukan. Kelanjutannya menunggu sikap pemerintah," katanya.

Agung mengaku lupa soal dana yang dikeluarkan. Dia hanya menyebut PT GBLS sudah mengeluarkan dana setidaknya Rp 75 miliar. "Kami ini kan melaksanakan sebagian dari apa yang diamanatkan oleh Perpers No 86/2011. Perpers ini masih berlaku, dan kami menunggu apa yang akan diputuskan pemerintah," tegasnya.
Seperti diketahui, dari segi biaya, JSS memerlukan duit tak main-main. Tahap persiapan saja sudah menelan dana Rp 225 triliun. Pengelolanya baru akan mulai balik modal setelah 70 tahun beroperasi.

Pemerintah era SBY tetap bertekad membangun jembatan ini, mengandalkan sokongan swasta. Badan Pelaksana Teknis dipimpin Kementerian Pekerjaan Umum memasang target groundbreaking harus dimulai tahun depan, di era presiden baru.

Kengototan pemerintah didasarkan pada data 3 juta kendaraan roda empat saban tahun melintasi Selat Sunda. Bila masih mengandalkan angkutan Feri,ongkos logistik yang kerap membebani konsumen di kedua pulau sulit turun. Belum lagi ongkos psikologis masyarakat yang kerap mengantre hingga 26 kilometer dari Pelabuhan Merak saban libur Lebaran.

Deputi Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Deddy S. Priatna mengungkapkan pemrakarsa swasta yakni konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) sudah mengeluarkan uang cukup banyak buat menggelar studi pra-kelaikan. Nominalnya Rp 1,5 triliun.

Jika pembangunan calon jembatan terpanjang se-Indonesia ini tidak diteruskan hanya karena perkara administratif, maka pemerintah wajib mengembalikan uang konsorsium bentukan konglomerat Tomy Winata itu.

"Kalau sampai pemerintah membatalkan itu akan ganggu investasi. Investor sudah investasi FS, tidak sedikit, Rp 1-1,5 triliun, kemudian tiba-tiba dibatalkan. Kalau dibatalkan juga itu harus dikembalikan uangnya," kata Deddy.

Megaproyek JSS bermasalah akibat adanya ketidaksepakatan di antara pejabat pemerintah pada 2012. Saat itu, Agus Martowardojo yang masih menjabat sebagai Menteri Keuangan, secara tegas menolak bila pemerintah harus menjamin semua biaya yang dikeluarkan GBLS dalam melakukan studi kelaikan.

Walau ditolak Kemenkeu, faktanya sudah terbit Peraturan Presiden Nomor 86/2011 yang menunjuk langsung konsorsium Tommy Winata sebagai pemrakarsa proyek.

Kini pemerintah kembali berpegang pada perpres tersebut. Deddy mengingatkan, beleid itu mengikat, walau tahun ini ada pergantian presiden.

Pemerintahan mendatang tetap harus memfasilitasi GBLS membangun JSS. Kewajiban mengganti rugi pada investor kalau jembatan ini batal juga tetap berlaku. Soalnya studi kelaikan dan pembangunan awal sudah pasti tak bisa dijalankan di akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"(Groundbreaking) tidak bisa tahun sekarang. Pasti di pergantian pemerintahan baru. Kan ada perpresnya, sudah jalan, sudah ada investasi masa tidak dijalankan. Nanti kalau ada revisi perpres itu hak dari presiden baru. Tapi ini harus tetap berjalan," kata Deddy.

Bappenas membenarkan bahwa ada kekhawatiran, hak yang begitu besar pada GBLS akan disalahgunakan. Apalagi untuk studi kelaikan saja sudah butuh triliunan Rupiah.

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Pages

Popular Posts